HIKAM 45 ZUHUD
HIKAM 45
· Dia mengambil dunia hanya untuk fasilitas kemudahan beribadah kepada Allah
Swt dan adapun dunia-dunia yang menggangu ibadah maka mereka singgirkan.
· Orang yang bisa mengelola dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah.
· Orang zuhud itu bukan yang memakai pakaian compang camping, makan seminggu
sekali, tidak memakai harum-haruman.
· Misalnya membeli quran yang besar untuk membaca al-quran, beli motor bua
ngaji.
· Kalau ada yang hidup sengsara, maka itu adalah awal dari zuhud, tetapi
bukan hakikat zuhud itu sendiri.
· Membuang dunia yang mencegahnya kepada Allah.
· Misalnya ada 10 barang diseleksi. Misalnya ada barang yang membuat dekat
akhirat, yang membuat jauh maka disingkirkan.
· Orang yang paling pintar adalah orang yang paling zuhud.
· Cari pekerjaan yang membuat dia bersyukur.
· Orang yang tidak pintar itu adalah yang tidak bisa membedakan yang membuat
dia sengsara di akhirat. Sudah tau ada ular kenapa di dekatin!.
· Imam
Al-Ghazali menerangkan zuhud yang berkaitan harta duniawi. Menurutnya, banyak
orang keliru memahami zuhud. Banyak orang mengira, zuhud merupakan kondisi papa
dan menjauhi kehidupan (harta) duniawi. Ini anggapan keliru yang terlanjur
populer di masyarakat.
· Imam
Al-Ghazali kemudian meluruskan kekeliruan pandangan terkait zuhud sebagaimana
berikut:
·
اعلم أنه قد
يظن أن تارك المال زاهد وليس كذلك فإن ترك المال وإظهار الخشونة سهل على من أحب
المدح بالزهد
· Artinya,
“Ketahuilah, banyak orang mengira, orang yang meninggalkan harta duniawi adalah
orang yang zuhud (zahid). Padahal tidak mesti demikian. Pasalnya, meninggalkan
harta dan berpenampilan “buruk” itu mudah dan ringan saja bagi mereka yang
berambisi dipuji sebagai seorang zahid,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin,
[Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz IV, halaman 252).
· Adapun hakikat
zuhud itu sendiri adalah kondisi batin yang tidak tercemar oleh ambisi harta
duniawi. Hal ini diangkat oleh Imam Al-Ghazali ketika menceritakan kezuhudan
ulama besar dalam Islam Imam Malik ra yang kaya raya dan dermawan.
· Imam Malik ra
adalah orang yang zuhud di mana harta duniawi tidak singgah di dalam hati dan
pikirannya. Sementara ia adalah ulama besar yang kaya raya.
·
وليس الزهد فقد المال وإنما الزهد
فراغ القلب عنه ولقد كان سليمان عليه السلام في ملكه من الزهاد
· Artinya,
“Zuhud bukan berarti ketiadaan harta duniawi. Zuhud merupakan kesucian hati
dari harta duniawi. Nabi Sulaiman as sendiri di tengah gemerlap kekuasaannya
tetap tergolong orang yang zuhud,” (Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: I/43).
· Imam
Al-Ghazali kemudian tiga tanda kezuhudan.
· 1. Tidak
terpengaruh oleh keberadaan dan ketiadaan harta.
·
العلامة الأولى أن لا يفرح بموجود
ولا يحزن على مفقود كما قال تعالى لكيلا تأسوا على ما فاتكم ولا تفرحوا بما آتاكم
· Artinya,
“Tanda pertama, tidak berbangga ketika berada dan tidak bersedih ketika tiada
harta sebagaimana firman Allah, ‘Agar kalian tidak putus asa atas harta yang
luput dan tidak berbangga dengan apa yang Allah berikan kepada kalian,’ (Surat
Al-Hadid ayat 23),” (Al-Ghazali, 2018 M: IV/252).
· 2. Tidak
terpengaruh oleh pujian dan hinaan.
·
العلامة الثانية أن يستوى عنده ذامه
ومادحه
· Artinya,
“Tanda kedua, orang yang menghina dan memujinya sama saja baginya,” (Imam
Al-Ghazali, 2018 M: IV/252).
· Kalau tanda
pertama berkaitan dengan kezuhudan harta, maka tanda kedua berkaitan dengan
kezuhudan kepangkatan/kewibawaan, kata Imam Al-Ghazali.
· Az-Zabidi
dalam Kitab Ithafus Sadatil Muttaqin Syarah Kitab Ihya Ulumiddin mengatakan
perihal tanda kedua. Menurutnya, orang yang zuhud takkan bahagia mendengar
pujian orang lain dan tidak kecewa menerima hinaan orang lain.
· 3. Terhibur
atau senang dengan Allah SWT.
·
العلامة الثالثة أن يكون أنسه بالله
تعالى والغالب على قلبه حلاوة الطاعة
· Artinya,
“Tanda ketiga, senang dengan Allah yang ditandai dengan kenikmatan ibadah dalam
hatinya,” (Imam Al-Ghazali, 2018 M: IV/252).
·
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ كَانَتْ
الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا
شَرْبَةَ مَاءٍ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
· Telah
menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami ['Abdul
Hamid bin Sulaiman] dari [Abu Hazim] dari [Sahl bin Sa'ad] dia berkata bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Seandainya dunia itu di
sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk tentu Allah tidak mau memberi orang
orang kafir walaupun hanya seteguk air." Dan dalam bab ini ada hadits dari
Abu Hurairah, Abu Isa berkata: Hadits ini shahih gharib dari jalur sanad ini.
· Hadits
Tirmidzi Nomor 2242
· Allah SWT
membandingkan antara dunia disepadankan bahkan kurang dibandingkan sebelah sayap nyamuk, hal ini
dimaksudkan agar orang beriman tidak terpesona lalu terjebak pada pola
hidup mendahulukan dunia. Ada yang sibuk
bekerja dari pagi hingga malam hari, ada yang lupa dengan sanak famili karena
kesibukan mencari harta, ada pula yang hingga bermusuhan dengan sesama karena
memperebutkan dunia, bahkan ada yang mau menggadaikan harga diri dan agama
untuk mendapatkan dunia. Semuanya terjadi karena sudah begitu terpesona dengan
kehidupan dunia yang memikat itu.
·
ماقل عمل برز من قلب زاهد و لا كثر برز من قلب راغب
· Walaupum hanya 2 rokaat tapi mahal harganya di sisi allah. Dan tidak
sedikit jika di terima allah.
· Orang rogib yang ibadah hanya jasmani. Dan jasmani ini murah.
·
لا يقبل عملا حتى يشهد بدنه مع قلبه
· Iika baca yasin maka hati kita juga yasin.
· Tidurnya orang alkm lebih mukiahdari ibadah orang jahil
· Misal wajib membawa dodol ke istana. Jika tidak maka akan di hukum.
· ada yang menghadiahkan kepada raja mutiara dan batu kali
·
هو بغض ما يشغله عن الله تعالى فيرفضه و يتركه فضار قلبه فارغا عن سوى الله فيمكنهالحضورو الخشوع
· Mengeluarkan dari hati yang membuat lupa kepada Allah swt.
Dia mengambil dunia hanya untuk fasilitas
kemudahan beribadah kepada Allah Swt dan adapun dunia-dunia yang menggangu
ibadah maka mereka singgirkan.
Orang yang bisa mengelola dunia untuk
mendekatkan diri kepada Allah.
Orang zuhud itu bukan yang memakai pakaian
compang camping, makan seminggu sekali, tidak memakai harum-haruman.
Misalnya membeli quran yang besar untuk
membaca al-quran, beli motor bua ngaji.
Kalau ada yang hidup sengsara, maka itu adalah
awal dari zuhud, tetapi bukan hakikat zuhud itu sendiri.
Membuang dunia yang mencegahnya kepada Allah.
Misalnya ada 10 barang diseleksi. Misalnya ada
barang yang membuat dekat akhirat, yang membuat jauh maka disingkirkan.
Orang yang paling pintar adalah orang yang
paling zuhud.
Cari pekerjaan yang membuat dia bersyukur.
Orang yang tidak pintar itu adalah yang tidak
bisa membedakan yang membuat dia sengsara di akhirat. Sudah tau ada ular kenapa
di dekatin!.
Imam Al-Ghazali menerangkan zuhud yang berkaitan harta duniawi.
Menurutnya, banyak orang keliru memahami zuhud. Banyak orang mengira, zuhud
merupakan kondisi papa dan menjauhi kehidupan (harta) duniawi. Ini anggapan
keliru yang terlanjur populer di masyarakat.
Imam Al-Ghazali kemudian meluruskan kekeliruan pandangan terkait
zuhud sebagaimana berikut:
اعلم أنه قد يظن أن تارك المال زاهد وليس كذلك
فإن ترك المال وإظهار الخشونة سهل على من أحب المدح بالزهد
Artinya, “Ketahuilah, banyak orang mengira, orang yang meninggalkan
harta duniawi adalah orang yang zuhud (zahid). Padahal tidak mesti demikian.
Pasalnya, meninggalkan harta dan berpenampilan “buruk” itu mudah dan ringan
saja bagi mereka yang berambisi dipuji sebagai seorang zahid,” (Imam
Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz IV,
halaman 252).
Adapun hakikat zuhud itu sendiri adalah kondisi batin yang tidak
tercemar oleh ambisi harta duniawi. Hal ini diangkat oleh Imam Al-Ghazali
ketika menceritakan kezuhudan ulama besar dalam Islam Imam Malik ra yang kaya
raya dan dermawan.
Imam Malik ra adalah orang yang zuhud di mana harta duniawi tidak
singgah di dalam hati dan pikirannya. Sementara ia adalah ulama besar yang kaya
raya.
وليس الزهد فقد المال وإنما الزهد فراغ القلب
عنه ولقد كان سليمان عليه السلام في ملكه من الزهاد
Artinya, “Zuhud bukan berarti ketiadaan harta duniawi. Zuhud
merupakan kesucian hati dari harta duniawi. Nabi Sulaiman as sendiri di tengah
gemerlap kekuasaannya tetap tergolong orang yang zuhud,” (Imam Al-Ghazali, 2018
M/1439-1440 H: I/43).
Imam Al-Ghazali kemudian tiga tanda kezuhudan.
1. Tidak terpengaruh oleh keberadaan dan ketiadaan harta.
العلامة الأولى أن لا يفرح بموجود ولا يحزن على
مفقود كما قال تعالى لكيلا تأسوا على ما فاتكم ولا تفرحوا بما آتاكم
Artinya, “Tanda pertama, tidak berbangga ketika berada dan tidak
bersedih ketika tiada harta sebagaimana firman Allah, ‘Agar kalian tidak putus
asa atas harta yang luput dan tidak berbangga dengan apa yang Allah berikan
kepada kalian,’ (Surat Al-Hadid ayat 23),” (Al-Ghazali, 2018 M: IV/252).
2. Tidak terpengaruh oleh pujian dan hinaan.
العلامة الثانية أن يستوى عنده ذامه ومادحه
Artinya, “Tanda kedua, orang yang menghina dan memujinya sama saja
baginya,” (Imam Al-Ghazali, 2018 M: IV/252).
Kalau tanda pertama berkaitan dengan kezuhudan harta, maka tanda
kedua berkaitan dengan kezuhudan kepangkatan/kewibawaan, kata Imam Al-Ghazali.
Az-Zabidi dalam Kitab Ithafus Sadatil Muttaqin Syarah Kitab Ihya
Ulumiddin mengatakan perihal tanda kedua. Menurutnya, orang yang zuhud takkan
bahagia mendengar pujian orang lain dan tidak kecewa menerima hinaan orang
lain.
3. Terhibur atau senang dengan Allah SWT.
العلامة الثالثة أن يكون أنسه بالله تعالى
والغالب على قلبه حلاوة الطاعة
Artinya, “Tanda ketiga, senang dengan Allah yang ditandai dengan
kenikmatan ibadah dalam hatinya,” (Imam Al-Ghazali, 2018 M: IV/252).
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ كَانَتْ الدُّنْيَا
تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ
مَاءٍ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ
صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada
kami ['Abdul Hamid bin Sulaiman] dari [Abu Hazim] dari [Sahl bin Sa'ad] dia
berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:
"Seandainya dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk tentu
Allah tidak mau memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk air." Dan
dalam bab ini ada hadits dari Abu Hurairah, Abu Isa berkata: Hadits ini shahih
gharib dari jalur sanad ini.
Hadits Tirmidzi Nomor 2242
Allah SWT membandingkan antara dunia disepadankan bahkan
kurang dibandingkan sebelah sayap nyamuk, hal ini dimaksudkan agar orang
beriman tidak terpesona lalu terjebak pada pola hidup mendahulukan dunia.
Ada yang sibuk bekerja dari pagi hingga malam hari, ada yang lupa dengan sanak
famili karena kesibukan mencari harta, ada pula yang hingga bermusuhan dengan
sesama karena memperebutkan dunia, bahkan ada yang mau menggadaikan harga diri
dan agama untuk mendapatkan dunia. Semuanya terjadi karena sudah begitu
terpesona dengan kehidupan dunia yang memikat itu.
Komentar
Posting Komentar